apple stories
Para siswa New Orleans menunjukkan kreativitas mereka dengan iPad dan Mac
New Orleans menjadi pusat perhatian, mitra komunitas Apple, Ellis Marsalis Center for Music dan Arts New Orleans, memberikan sorotan kepada para seniman muda berbakat di kota tersebut
Pada suatu sore yang gerimis dan mendung, suasana di persimpangan jalan Bartholomew dan Prieur di Ninth Ward yang bersejarah di New Orleans terasa sunyi. Lingkungan yang tenang di sekitar Ellis Marsalis Center for Music (EMCM) terasa sangat berbeda dibandingkan French Quarter yang bersejarah, yang dipenuhi dengan klub jazz, bar, restoran, dan pasar.
Pada pukul 3 sore, suasana mulai berubah secara perlahan. Saat anak muda berusia 8 hingga 18 tahun mulai masuk melalui gerbang depan pada gedung biru itu sambil membawa alat musik mereka. Lorong-lorong kian ramai dengan suara tawa, langkah kaki, nada-nada musik yang dimainkan secara acak, dan para guru yang menyambut siswa-siswi mereka. Para musisi pemula itu mulai mengikuti empat kelas mereka hari ini: piano, bantuan pekerjaan rumah, alat musik pilihan mereka, dan penulisan kode pemrograman, sebuah mata pelajaran wajib yang berasal dari kemitraan berkelanjutan pusat pendidikan tersebut dengan Apple.
Diluncurkan pada tahun 2019, kolaborasi dengan Apple telah memungkinkan EMCM untuk memperluas kurikulumnya, menambahkan serangkaian mata pelajaran yang berfokus pada teknologi sehingga melengkapi pendidikan musik kelas dunia yang diberikan pusat pendidikan ini kepada para siswa.
“Saya tahu bahwa beberapa orang bertanya-tanya, 'Mengapa institusi musik mengajarkan penulisan kode pemrograman?' Bagi kami, musik dan pemrograman berhubungan, keduanya adalah bagian dari rangkaian digital yang lebih besar,” ucap Lisa Dabney, direktur eksekutif pusat pendidikan tersebut. “Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan digital dengan memberikan akses teknologi kepada para siswa dan memperkenalkan mereka pada berbagai jenis peluang karier yang beragam dan jangka panjang, termasuk jalur karier di bidang teknologi musik dan lainnya. Di komunitas di mana masih banyak rumah yang tidak memiliki akses ke iPad dan komputer, kemitraan dengan Apple ini membantu kami memberikan kekuatan teknologi langsung ke tangan para siswa, membuka peluang menuju masa depan kreatif dan profesional yang mungkin tidak pernah mereka bayangkan.”
Dukungan Apple untuk EMCM merupakan bagian dari komitmen jangka panjang perusahaan untuk memberdayakan dan meningkatkan kreativitas anak muda di New Orleans melalui teknologi. Saat para musisi pemula di EMCM belajar menulis kode pemrograman dan memadukan musik baru dengan Logic Pro dan GarageBand, siswa di Delgado Community College sedang memproduksi podcast mereka sendiri tentang ikon budaya lokal. Selain itu, seniman muda di Arts New Orleans telah menggunakan iPad untuk merancang mural baru yang akan dilihat penggemar di jalan menuju Superdome akhir pekan ini.
“Kami senang melihat teknologi dan kreativitas yang saling mendukung, dan sangat menyenangkan melihat hal itu terwujud di kota asal saya, New Orleans,” ucap Lisa Jackson, Vice President of Environment, Policy, and Social Initiatives, Apple. “Kreativitas, seni, dan musik mengalir dalam darah kami. Tim kami sangat antusias untuk terus bekerja sama dengan mitra komunitas kami yang luar biasa dan para pemuda berbakat yang memberi kehidupan pada kota ini.”
Didirikan pada 2012 di Ninth Ward, New Orleans, Ellis Marsalis Center for Music berfungsi sebagai pusat bagi komunitas ini yang memberikan siswa pendidikan dasar dalam musik dan teknologi.
Program yang holistik dan terus berkembang di EMCM berasal langsung dari pendirinya, yang ingin memastikan bahwa generasi berikutnya memiliki kesempatan untuk melanjutkan warisan budaya kota yang kaya. Pekerjaan ini terasa sangat penting di Ninth Ward, sebuah lingkungan yang terkenal sebagai rumah bagi banyak musisi ikonik, aktivis hak sipil, dan pendidik, yang terkena dampak lebih besar daripada wilayah lainnya akibat Badai Katrina pada tahun 2005.
“Pada inti kurikulum dari pusat ini terdapat keyakinan pendiri kami bahwa pemahaman sejati tentang musik dimulai dengan belajar mendengarkannya,” jelas Dabney. “Piano memainkan peran utama dalam proses ini dengan membantu para siswa mengembangkan kemampuan mendengarkan yang kritis, terhubung secara mendalam dengan musik, dan membangun dasar yang kuat dalam teori musik. Untuk alasan inilah piano menjadi mata pelajaran wajib untuk semua siswa, selain alat musik utama mereka.”
Pendekatan dasar yang sama terhadap pembelajaran sekarang diterapkan juga pada kursus penulisan kode pemrograman dan rekayasa audio. Di laboratorium Mac pusat pendidikan ini, para siswa menggunakan perangkat keras dan lunak terbaru untuk belajar dasar-dasar penulisan kode pemrograman dengan kerangka kerja Semua Orang Bisa Membuat Kode Pemrograman dan Swift Playgrounds dari Apple. Selain itu, di studio musik yang ada di lokasi, mereka mempelajari cara mengolah musik mereka sendiri dengan aplikasi seperti GarageBand dan Logic Pro. Setiap semester, siswa juga mendapatkan akses ke iPad yang memungkinkan mereka untuk membawa pulang materi yang telah dipelajari di kelas dan mengembangkan keterampilan tersebut di rumah.

Dari kiri ke kanan: Jacob Jones Jr. dan Donte Allen bersama Dr. Daryl Dickerson di ruang studio EMCM, tempat Dr. Dickerson mengajar kelas rekayasa audionya. “Saya telah berusaha untuk mendiversifikasi kurikulum kami sebanyak mungkin karena tidak setiap anak ingin menjadi pemain trompet atau drummer, dan kami tidak ingin menolak keinginan anak-anak,” jelasnya.
Mata pelajaran rekayasa audio, yang terwujud berkat dukungan Apple, merupakan bagian dari tawaran baru di pusat ini untuk siswa sekolah menengah atas.
“Di New Orleans, terdapat hotel, klub, konvensi, dan mungkin lebih banyak festival daripada tempat mana pun di dunia. Semua itu memerlukan elemen audio,” jelas Dr. Daryl Dickerson, yang sudah lama menjabat sebagai Director of Music Education di pusat ini. “Ini adalah pekerjaan yang bisa dipelajari sekarang, dan selama hidup Anda, Anda bisa melakukannya. Jika Anda belajar cara merekam dan mengedit audio di usia muda, Anda bisa mengembangkan keterampilan tersebut menjadi sebuah karier.”
Bagi Jacob Jones Jr., seorang siswa SMA yang bermain saksofon, trompet, dan piano di kelas rekayasa audio Dr. Dickerson pada Sabtu sore telah menciptakan kerangka berpikir baru tentang musik.
“Anda dapat menghasilkan suara dari sebuah alat musik, dan itu luar biasa,” ucap Jones. “Namun, ketika Anda memutar kembali suara tersebut melalui komputer, Anda bisa mengembangkannya, bereksperimen, dan menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan belum pernah didengar sebelumnya.”
Di luar kelasnya, Jones kerap menggunakan keterampilan yang telah dipelajarinya di Logic dan GarageBand di iPhone miliknya, kapan pun dan di mana pun inspirasi muncul. “GarageBand sangatlah penting bagi saya, karena saya akan mendengar sesuatu dan berpikir, 'Wah, saya harus segera mengekspresikannya.' Saya akan membuka iPhone saya, membuka GarageBand, agar dapat memainkan melodi itu, merekamnya, dan bahkan membuat sebuah lagu utuh darinya,” jelasnya.
Semangat eksperimen kreatif yang sama juga dikembangkan dalam kursus penulisan kode pemrograman di sekolah, yang mendorong siswa-siswa seperti Donte Allen, yang berusia 14 tahun, untuk menggabungkan ketertarikan mereka terhadap musik dan seni dengan keterampilan teknologi dasar yang dipelajari di kelas.
Allen memiliki ketertarikan pada musik sejak masih berusia dini. “Ayah saya memiliki foto saya yang memegang trompet di kursi mobil saat berusia 6 bulan,” catatnya sambil tersenyum.
Namun, mempelajari penulisan kode pemrograman telah membuka minat kreatif yang baru.
“Swift mengajari Anda dasar-dasarnya, dan Anda dapat mengembangkannya,” jelasnya tentang ketertarikannya yang baru ditemukan terhadap penulisan kode pemrograman. “Anda dapat membuat aplikasi, game, dan cerita Anda sendiri... Musik dan Swift membantu kreativitas saya.”
Jenis pengalaman ini, yang mencakup berbagai macam media kreatif dan teknologi, dengan menemukan keterkaitan yang tak terduga di antaranya, adalah tujuan utama para pengajar di pusat tersebut
“Para siswa ini menginginkan jenis pendidikan seperti ini,” ucap Dr. Dickerson, yang berencana memperkenalkan kelas podcasting di pusat pendidikan ini. “Namun, jika itu tidak diperkenalkan kepada mereka, mereka tidak akan pernah memahaminya. Hal yang sama berlaku untuk musik dan semua hal lain yang kami lakukan di sini. Jadi, kami selalu mencoba memperkenalkan mereka dengan hal baru.”
Meskipun semangat sepak bola sudah meliputi Superdome, siswa-siswa dari Arts New Orleans sedang menyelesaikan sentuhan akhir pada proyek mereka sendiri. Mural bertema taman mereka, yang akan menutupi dinding luar Orleans Justice Center di sepanjang Interstate 10, menyoroti cerita-cerita dari penduduk lokal yang pernah dipenjara sekaligus menyampaikan pesan harapan kepada masyarakat.
Karya seluas 6.600 kaki persegi ini dirancang oleh siswa dari peserta Young Artist Movement (YAM), program pendidikan seni dan pengembangan tenaga kerja Arts New Orleans, yang bekerja terutama dengan siswa berusia 14 hingga 22 tahun. Melalui YAM, yang didirikan pada tahun 2016, anak-anak muda lokal belajar proses pembuatan mural dari seniman tamu, lalu diberi kesempatan untuk membuat mural mereka sendiri di seluruh kota. Para peserta juga akan menyelesaikan pemasangan mural tersebut.
Proses desain untuk mural ini dimulai di aplikasi Procreate di iPad. Dengan Apple Pencil, 19 siswa merancang gambar digital yang terlihat di panel mural. Para seniman utama, Journey Allen, Gabrielle Tolliver, dan Jade Meyers, kemudian mengatur desain final, dan mengirimkannya ke perusahaan kain mural untuk dicetak dengan teknik ghost-printing pada potongan besar kain mural. Dari situ, potongan-potongan tersebut dicat, lalu dipasang di sepanjang dinding menggunakan medium gel khusus.
Allen, seorang seniman visual dan pendidik seni yang menjabat sebagai direktur pendidikan pemuda di Arts New Orleans, merasa senang melihat para siswa berkembang. “Saya senang melihat mereka yang awalnya merasa takut atau ragu dengan bahan-bahan tersebut,” ucapnya. “Namun, ketika Anda terhubung dengan siswa dan mereka mulai terbuka, karya seni menjadi sumber transparansi, sumber kepercayaan, tempat siswa membagikan sedikit tentang diri mereka. Beberapa dari mereka bahkan tidak pernah menggambar atau melukis sebelumnya, dan kini mereka sedang membuat mural besar ini. Mereka bertanya, 'Kapan kami akan membuat mural lagi?'"
Untuk beberapa seniman muda, proyek ini memiliki makna lain, mereka bergabung dengan YAM melalui program pengalihan seni, yang merupakan alternatif dari proses hukum atau hukuman penjara bagi pemuda yang terlibat dalam pelanggaran kecil dan bukan kekerasan. Didirikan pada tahun 2021, program ini memanfaatkan kekuatan seni sebagai sarana untuk penyembuhan dan pemulihan emosional, dengan harapan agar tuduhan terhadap siswa dicabut setelah menyelesaikan program ini.


Arts New Orleans juga sedang menguji coba program pengalihan seni mandiri pada musim semi ini untuk membantu memenuhi kebutuhan unik para pesertanya. "Ada banyak topik yang perlu dibahas oleh peserta, yang tidak bisa kami lakukan di antara kelompok utama YAM, yang berisi anak-anak yang tidak terpengaruh oleh sistem peradilan pidana yang sama,” jelas Allen. “Memberikan program tersendiri memberi mereka kesempatan sejati untuk berkembang dan melampaui tantangan yang sedang mereka hadapi.”
Gagasan tentang YAM dan program pengalihan seni-nya berawal dari Hakim Arthur Hunter yang sekarang sudah pensiun dan Profesor Ron Bechet dari Universitas Xavier, yang juga seorang seniman. Melalui kariernya sebagai petugas polisi, pengacara, dan hakim di kota asalnya, New Orleans, Hunter melihat secara langsung faktor-faktor yang membuat pemuda terjerat dalam sistem peradilan pidana kota tersebut dan melihat potensi seni untuk memberikan jalur alternatif.
“Program ini bukan hanya tentang seni, tetapi juga membuka jalan peserta untuk menghasilkan pendapatan melalui bakat seni yang mereka miliki,” jelas Hunter, seorang anggota dewan di Arts New Orleans. “Hal itu sama pentingnya dengan melihat gambar indah di atas kanvas.”
Bagi Hunter, waktu pengungkapan mural ini terasa sangat tepat. “Proyek ini bukan hanya akan menjadi pencapaian akhir, tetapi saya juga melihatnya sebagai awal dari lebih banyak seni di seluruh kota, memberi tahu orang-orang di kota, di wilayah, di negara bagian, di seluruh negeri, dan di seluruh dunia hal yang bisa dilakukan anak-anak di kota New Orleans dalam hal seni,” ujarnya.
Bagikan artikel
Media
-
Teks artikel ini
-
Gambar dalam artikel ini